Perpustakaan Sebagai Sumber Belajar Sepanjang Hayat

Menyikapi perkembangan dunia kini yang kompetitif dibarengi dengan kemajuan teknologi modern, menuntut kita sebagai penghuni jagat raya ini harus peka dan kritis untuk menghadapi gejolak tersebut. Globalisasi informasi dan teknologi bukan hal yang gaib, sebab yang menciptakan dan membeberkan adalah manusia. Alat-alat teknologi informasi untuk menjalin kedekatan dalam berbagai hal, semuanya itu berawal dari membaca.
Perlu kita sadari banyak manusia yang pintar, kepintaran itu bukan alami, bukan datang dengan sendirinya, namun manusia pintar karena kemauan belajarnya sangat tinggi. Manusia yang pintar berprinsip, bahwa semakin banyak yang ia ketahui, semakin ia menyadari hanya sedikit yang ia tahu. Oleh karena itu, ia tak pernah membusungkan dada dan menganggap dirinya hebat. Dan hanya orang yang pemahamannya sedikitlah yang merasa dirinya paling hebat. Mungkin anda bertanya-tanya mengapa saya memakai kalimat ‘orang yang pemahamannya sedikit’ Mengapa tidak langsung menyebut kata bodoh? Saya menyebutnya demikian bukan untuk memperhalus bahasa, tapi bagi saya, di dunia ini tidak ada manusia yang bodoh. Yang ada hanyalah manusia dengan pemahaman yang berbeda. Sebab, seperti yang telah saya ungkapkan sebelumnya, bahwa tak ada manusia yang pintar tanpa belajar!! Belajar bisa di mana saja, kapan saja dan pada siapa atau apa saja. Salah satunya adalah buku. Sejak zaman purba hingga sekarang, buku merupakan sumber dari segala ilmu pengetahuan. Namun sebaik apapun sebuah buku, akan tidak berguna apabila tidak dibaca. Pemerintah baik pusat maupun daerah telah menyiapkan fasilitas untuk mencerdaskan bangsa melalui perpustakaan. Bahkan satu hal lagi yang perlu diajungkan jempol terhadap pemerintah, khususnya kepada Badan Perpustakaan, karena telah mendekatkan perpustakaan kepada masyarakat yang jauh dari kantor perpustakaan atau masyarakat yang sibuk dengan pekerjaan rutinnya, pemerintah menyediakan fasilitas melalui program Perpustakaan Keliling.
Sungguh mulia serta bijaksana pemerintah sangat antusias terhadap semua warga dengan sasaran utama adalah mencerdaskan bangsa melalui sarana perpustakaan. Oleh karena itu, kita sebagai pelajar harus membekali diri dengan kebiasaan mengunjungi perpustakaan yang ada, baik perpustakaan yang dibuat pemerintah untuk masyarakat umum maupun perpustakaan yang ada di sekolah/instansi-instasi pendidikan lainnya, serta membuat perpustakaan mini di rumah kita masing-masing. Mungkin ada di antara teman-teman ada yang berpendapat, untuk apa membuat perpustakaan mini di rumah? Bukankah sudah ada perpustakaan yang dibuat pemerintah dan perpustakaan sekolah? Memang benar sudah ada perpustakaan-perpustakan tersebut, tapi tidak ada salahnya kan, kalau kita membuat perpustakan mini di rumah kita sendiri? Sangat saya akui, perpustakaan mini yang ada di rumah saya dapat membantu saya mengerjakan tugas-tugas dari sekolah. Jujur, koleksi buku-buku saya memang tak seberapa jika dibandingkan dengan buku-buku yang ada di perpustakaan ini, tapi setidaknya saya bangga karena telah memiliki perpustakaan di rumah saya sendiri. Membuat perpustakaan mini tidaklah serumit yang teman-teman bayangkan. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menjadikan buku sebagai sahabat kita. Dengan menjadikan buku sebagai sahabat, tentu kita akan terus bersama buku itu dalam artian membacanya. Seperti layaknya seorang sahabat yang selalu membantu kita dikala kita susah, buku pun demikian. Buku dapat membantu kita mencari tahu apa yang tidak serta belum kita ketahui. Langkah berikutnya adalah mengumpulkan buku-buku. Tidak perlu setiap hari teman-teman harus membeli buku, kalau begitu bisa-bisa orang tua kita bangkrut hanya karena membeli buku tiap hari. Tentu teman-teman tidak ingin kan orang tuanya bangkrut?? Mungkin satu bulan teman-teman bisa membeli satu buku. Uang untuk beli buku tidak harus meminta pada orang tua, teman-teman bisa membeli buku dari hasil penyisipan uang saku setiap hari. Untuk apa perut kita terus diisi, sedangkan otak kita kosong? Saya yakin, dengan kebiasaan seperti ini, maka akan secara kontinyu berlanjut, baik untuk adik-adik maupun generasi berikutnya akan terbiasa dengan memanfaatkan perpustakan sebagai sarana penunjang ilmu pengetahuan.
Sebuah buku dianggap mahal nilainya bukan karena kemasannya yang indah, tapi buku itu bernilai apabila kita selalu membaca dan membacanya.
Memang kita sekarang berada pada zaman modern. Dalam hitungan detik kita sudah tahu perkembangan dunia luar, tapi kita juga harus insaf bahwa kemodernan itu hadir lewat membaca. Sungguh tragis teman-teman, dengan sejujurnya saya mengatakan bahwa rata-rata anak usia sekolah, mulai dari jenjang SD hingga SMA, minat bacanya sangat kurang. Kurangnya minat baca itu bukan karena malas, tapi dipengaruhi oleh lingkungan, baik dalam keluarga sendiri maupun lingkungan masyarakat tak ada yang bersimpati dengan bentuk-bentuk bacaan. Yang dihadapi hanyalah sesuatu yang gampang atau mudah didapat, seperti menonton sinetron, berhura-hura, ataupun bergaya sesuai dengan mode yang diperlihatkan di televisi. Kebanyakan di antara kita suka meniru hal-hal yang negatif untuk dipraktekkan dalam keseharian. Faktor-faktor inilah yang membuat anak-anak usia sekolah jadi malas untuk membekali diri dengan menimba ilmu lewat media perpustakaan. Lantas bagaimana caranya untuk menumbuhkan minat baca?? Dari berbagai pengalaman yang saya miliki, dapat saya katakan, bahwa kita akan memiliki minat baca jika kita menyenangi apa yang sedang kita baca, bukan membaca apa yang kita senangi. Saya pikir inilah kunci utamanya.
Perpustakaan adalah gudangnya ilmu pengetahuan. Bila orang ingin maju dan cerdas, maka harus banyak membaca. Sarana yang paling mudah untuk mendapatkan ilmu pengetahuan adalah perpustakaan. Dari berbagai jenis buku yang kita baca dengan teliti, maka akan terus teringat tentang hal-hal yang kita dapati dalam bacaan tersebut sampai akhir hayat kita.
Melalui tulisan ini, secara umum dapat saya sampaikan bahwa pilihan bacaan utama anak usia sekolah mulai dari jenjang SD hingga SMA hanyalah berupa komik atau novel. Bacaan yang berkaitan dengan proses pembelajaran, berupa buku paket atau bahan ajar, dianggap sebagai bacaan yang membosankan. Dengan demikian, pada kesempatan ini saya mohon kepada pengelola perpustakaan daerah agar lebih banyak menyediakan buku-buku yang berkaitan dengan proses pembelajaran, baik di tingkat SD, SMP, maupun SMA.
Ada satu cerita. Seorang gadis berusia 16 tahun, duduk di bangku kelas 2 SMA di salah satu kota di Indonesia, Bunga namanya. Gadis ini sangat terkenal karena kekayaannya. Pergi sekolah dengan mobil mewah, sehari uang jajannya berkisar antara seratus sampai lima ratus ribu. Tak menentulah, dan tidak menutup kemungkinan ia membawa lebih dari itu. Maklum, kedua orang tuanya adalah pebisnis hebat. Sayang, biarpun kaya, tapi otak gadis ini hanya pas-pasan. Jangankan belajar, membaca buku saja ia enggan. Tapi kalau soal teknologi dan berhura-hura, ia juaranya. Pada suatu hari, ia diberi tugas untuk melakukan survei ke perpustakaan yang ada di kotanya. Sebenarnya ia enggan melakukan tugas ini, tapi karena ini adalah nilai praktek yang akan menentukan naik dan tidaknya ia ke kelas 3, jadi mau tidak mau ia harus melakukannya. Sial bagi Bunga, karena ia belum pernah menginjakkan kakinya ke perpustakaan, maka akhirnya ia salah tempat. Seharusnya ia masuk ke ruang baca dewasa, eh ternyata dia malah masuk ke ruang baca anak. Ketika ditanya oleh petugas, ia hanya tersenyum simpul dan tersipu malu. Seandainya teman-teman yang jadi petugasnya mungkin teman-teman akan berpikiran kalau ia adalah anak yang aneh. Mungkin ia terlalu menganggap dirinya hebat, sehingga perkataan orang lain tak ia hiraukan. Ini adalah contoh yang sangat baik untuk tidak ditiru. Kalau kita memang belum tahu, apa salahnya sih bertanya?? Bukankah ada pepatah yang mengatakan malu bertanya sesat di jalan?? Oleh karena itu, jika kita betul-betul tidak tahu, janganlah berlaga tahu, toh nantinya kita juga yang malu, seperti Bunga yang ditertawakan oleh petugas dan anak-anak SD yang sedang berada di ruang baca anak pada saat itu.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar